Home FIQIH IBADAH

Air Bekas Dipakai Orang, Bolehkah untuk Mandi dan Wudhu?

759
SHARE

Hadits 1:

وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; – أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mandi dengan memakai air sisa Maimunah Radhiallahu ‘Anha. (H.R. Muslim no. 323)

Hadits 2:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَفْنَةٍ فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَتَوَضَّأَ مِنْهَا أَوْ يَغْتَسِلَ فَقَالَتْ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ جُنُبًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَاءَ لَا يُجْنِبُ

Dari Ibnu Abbas, katanya: “Sebagian istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mandi di jafnah (bak besar), lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang untuk berwudhu dari air tersebut atau dia mandi. Berkatalah istrinya kepadanya: ‘Wahai Rasulullah, saya sedang keadaan junub.’ Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab; “Sesungguhnya air tidaklah junub.” (H.R. Abu Daud No. 68, At Tirmidzi No. 65, katanya: hasan shahih)

Penjelasan ulama:

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

وأما تطهير الرجل والمرأة من إناء واحد فهو جائز بإجماع المسلمين لهذه الاحاديث التي في الباب وأما تطهير المرأة بفضل الرجل فجائز بالاجماع أيضا وأما تطهير الرجل بفضلها فهو جائز عندنا وعند مالك وأبي حنيفة وجماهير العلماء

Adapun seorang laki-laki (suami) dan wanita (istri) bersuci dari bejana yang sama, maka itu boleh berdasarkan ijma’ kaum muslimin karena adanya hadits-hadits dalam bab ini. Adapun bersucinya wanita dengan menggunakan sisa air laki-laki adalah boleh berdasarkan ijma’ juga. Adapun bersucinya laki-laki dengan air sisa wanita, maka itu boleh menurut kami (Syafi’iyah), Malik, Abu Hanifah, dan mayoritas ulama. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 4/2)

Kenyataannya tidak ijma’, sebab Imam Ahmad bin Hambal, Imam Daud Azh Zhahiri, mengatakan hal itu terlarang, begitu juga menurut sebagian tabi’in seperti Abdullah bin Sarjis dan Al Hasan Al Bashri. Sedangkan Imam Sa’d bin Al Musayyib memakruhkannya. (Ibid)

Lalu, Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

والمختار ما قاله الجماهير لهذه الأحاديث الصحيحه في تطهيره صلى الله عليه و سلم مع أزواجه وكل واحد منهما يستعمل فضل صاحبه

Pendapat yang dipilih adalah apa yang dikatakan oleh mayoritas ulama, karena hadits-haditsnya yang shahih menunjukkan bersucinya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama istri-istrinya, keduanya masing-masing menggunakan sisa yang lainnya. (Ibid, 4/3)

Pernyataan Imam An Nawawi bahwa telah terjadi ijma’ kebolehan wanita bersuci dengan air bekas suaminya telah dikritik ulama lain. Sebab, pada kenyataannya telah terjadi perbedaan pendapat juga sebagaimana perbedaan pendapat tentang laki-laki yang bersuci dengan air bekas istrinya.

Berikut ini penjelasan Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah:

قُلْت هَذَا الِاخْتِلَافُ فِي تَطْهِيرِ الرَّجُلِ بِفَضْلِ الْمَرْأَةِ وَأَمَّا تَطْهِيرُ الْمَرْأَةِ بِفَضْلِ الرَّجُلِ فَقَالَ النَّوَوِيُّ جَائِزٌ بِالْإِجْمَاعِ ، وَتَعَقَّبَهُ الْحَافِظُ بِأَنَّ الطَّحَاوِيَّ قَدْ أَثْبَتَ فِيهِ الْخِلَافَ

Aku berkata: inilah perbedaan pendapat tentang bersucinya laki-laki dengan air bekas wanita. Adapun bersucinya wanita dengan air bekas laki-laki Imam An Nawawi mengatakan boleh menurut ijma’. Hal ini telah dikomentari oleh Al Hafizh (Ibnu Hajar) dengan pernyataan Ath Thahawi bahwa telah pasti adanya perbedaan pendapat di dalamnya. (Tuhfah Al Ahwadzi, 1/168)

Namun pendapat mayoritas bahwa boleh mandi dan bersuci dengan air bekas atau sisa istri atau suami adalah lebih kuat.

Ada pun air musta’mal, Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim Abadi Rahimahullah menjelaskan:

وذهب جماعة من العلماء كعطاء وسفيان الثوري والحسن البصري والزهري والنخعي وأبي ثور وجميع أهل الظاهر ومالك والشافعي وأبي حنيفة في إحدى الروايات عن الثلاثة المتأخرين إلى طهارة الماء المستعمل للوضوء

Jamaah para ulama seperti ‘Atha, Sufyan Ats Tsauri, Al Hasan Al Bashri, Az Zuhri, An Nakha’i, Abu Tsaur, semua ahli zhahir (tekstualis), Malik, Asy Syafi’i, Abu Hanifah pada salah satu riwayat dari tiga riwayat kalangan generasi muta’akhirin (belakangan), mereka berpendapat bahwa sucinya air musta’mal untuk berwudhu. (‘Aunul Ma’bud, 1/93)

Alasannya adalah hadits Shahih Bukhari, dari Abu Juhaifah yang menceritakan para sahabat menggunakan air bekas wudhu Nabi untuk mengusap diri mereka, juga dari Abu Musa dan Bilal, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan Abu Musa dan Bilal untuk meminum sisa wudhu Beliau, juga mengusap wajah mereka berdua dengannya. (1/93)

Demikian. Wallahu A’lam.

✍ Ust. Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah