Home KONSULTASI SYARIAH

Memakai Masker saat Shalat bagi Pria

591
SHARE

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum, Ustadz. Saya mau bertanya perihal penggunaan masker mulut ketika flu, batuk, dan sejenisnya, karena khawatir mengganggu dan menyebar virus ke jamaah lain, ketika ibadah terutama shalat.

Jawaban Ustadz Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah:

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Saat seseorang memakai masker, maka ada satu anggota sujud yang tertutup yaitu hidung. Padahal hidung, menurut sebagian ulama (bahkan ijma’ sahabat Nabi) adalah anggota sujud yang mesti menempel ke bumi. Sementara mayoritas ulama mengatakan menempelnya dahi saja sudah cukup. Adapun Imam Asy Syafi’iy mengatakan wajib menempelkan hidung dan dahi sekaligus, sebagaimana keterangan Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

“Aku diperintahkan sujud di atas tujuh tulang: di atas dahi, dan beliau mengisyaratkan dengan tangan kanan beliau ke hidung, dua tangan, dua lutut, dan ujung-ujung dua telapak kaki.” (H.R. Bukhari no. 812)

Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani Rahimahullah memberikan keterangan sebagai berikut:

وَنَقَلَ اِبْن الْمُنْذِرِ إِجْمَاع الصَّحَابَة عَلَى أَنَّهُ لَا يُجْزِئ السُّجُود عَلَى الْأَنْف وَحْده ، وَذَهَبَ الْجُمْهُور إِلَى أَنَّهُ يُجْزِئُ عَلَى الْجَبْهَة وَحْدهَا ، وَعَنْ الْأَوْزَاعِيِّ وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَابْن حَبِيب مِنْ الْمَالِكِيَّة وَغَيْرهمْ يَجِب أَنْ يَجْمَعهُمَا وَهُوَ قَوْلٌ لِلشَّافِعِيِّ أَيْضًا

Dikutip dari Ibnul Mundzir adanya ijma’ (kesepakatan) sahabat Nabi bahwa menempelkan hidung saja tidaklah cukup ketika sujud. Sedangkan jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa menempelkan dahi saja sudah cukup. Sedangkan dari Al Auza’i, Ahmad, Ishaq, Ibnu Habib dari kalangan Malikiyah dan selain mereka mewajibkan menggabungkan antara dahi dan hidung. Ini juga pendapat Asy Syafi’i.(Fathul Bari, 3/204)

Kemudian, bukan hanya hidung tapi juga masker tersebut menutup mulut. Ini pun juga terlarang, para ulama -seperti Syaikh Sayyid Sabiq- mengategorikan makruhatush shalah (hal dimakruhkan dalam shalat).

Berdasarkan hadits berikut:

عن أبي هريرة قال:  نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن السدل في الصلاة، وأن يغطي الرجل فاه

“Dari Abu Hurairah, katanya: “Rasulullah ﷺ melarang menjulurkan kain ke bawah ketika shalat dan seseorang menutup mulutnya.” (H.R.  Abu Daud No. 643, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra,  No. 3125, Ibnu Khuzaimah No. 772, dan Al Hakim No. 631, katanya shahih sesuai syarat  Bukhari dan Muslim)

Lalu, karena ini kasusnya adalah ada SEBAB, ada udzur syar’iy, yaitu menghindari tersebarnya virus penyakit, seperti yang tertera dalam pertanyaan maka ini tidak apa-apa, sebagaimana difatwakan sebagian ulama.

Syaikh Abdurrahman As Suhaim menjelaskan:

وقد نصّ الفقهاء على كراهية تغطية الوجه في الصلاة لِغير حاجة ؛ لِوُرود النهي عن تغطية الفم ، ولكون الوجه يُباشر الأرض .

Para fuqaha mengatakan makruhnya menutup wajah saat shalat TANPA kebutuhan. Berdasarkan larangan menutup mulut saat shalat, tetapi wajah bersentuhan langsung dengan bumi.

أما إذا وُجِدت الحاجة مثل شِدّة الْحَرّ أو شِدّة البرد “ فإن الكراهة تزول ، ففي حديث وائل بن حُجْر رضي الله عنه : ثم جئت بعد ذلك في زمان فيه بَرْد شديد ، فرأيت الناس عليهم جل الثياب تَحَرّك أيديهم تحت الثياب . رواه الإمام أحمد وأبو داود والدارمي . وصححه الألباني والأرنؤوط .

Tetapi jika ada kebutuhan seperti lantai yang sangat panas atau sangat dingin, maka kemakruhannya teranulir. Dalam hadits Wail bin Hujr Radhiallahu ‘Anhu: “Kemudian aku datang setelah itu, di waktu yang sangat dingin, aku melihat manusia melebarkan pakaiannya dan menyelinapkan tangannya di bawah pakaiannya. (H.R. Ahmad, Abu Daud. Dishahihkan Al Albani dan Al Arnauth). (Selesai)

Hilangnya kemakruhan ini berdasarkan kaidah syar’iyah:

الكراهة تندفع مع وجود الحاجة

Makruh itu tertahan bersamaan dengan adanya keperluan/kebutuhan.

Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa para ulama membolehkan menutup mulut saat mencegah menguap dalam shalat, maka menutup mulut dalam rangka pengobatan lebih utama lagi untuk dibolehkan.

Imam Ibnu ‘Allan Rahimahullah mengatakan tentang menahan kuap (menguap) dalam shalat:

Yaitu tahan sejauh kemampuan dia dengan menutup mulutnya, kalau tidak mampu maka dia letakkan tangannya di mulutnya.(Dalilul Falihin, 6/175)

Imam Al Munawi mengatakan: “Dengan tangan kiri bagian punggungnya.(Faidhul Qadir, 1/404)

Syaikh Dhiya’ ‘Abdil ‘Aal mengatakan:

فإن العلماء نصوا على جواز تغطية الوجه لدفع التثاؤب، ونصوا على أن تغطيته للوقاية من الأمراض أولى

Sesungguhnya para ulama mengatakan bolehnya menutup wajah untuk mencegah “menguap”, maka perkataan mereka bahwa bolehnya menutup wajah untuk mencegah penyakit adalah lebih utama (untuk dibolehkan). (selesai)

Demikian. Wallahu A’lam.