Pertanyaan:
Assalamu’alaikum, Ustadz. Apa benar tidak boleh mengangkat tangan untuk berdoa saat mengaminkan doa pada khuthbah Jum’at?
Jawaban Ust. Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah:
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah.
Para ulama khilafiyah. Sebagian mereka tetap menganjurkan angkat tangan dan mengaminkan, sebagaimana pendapat Syafi’iyyah, juga Imam Al Bukhari, Syaikh Al Qaradhawi, dll.
Dalam Shahih Bukhari, Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata:
أَتَى رَجُلٌ أَعْرَابِيٌّ مِنْ أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَاشِيَةُ هَلَكَ الْعِيَالُ هَلَكَ النَّاسُ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ يَدْعُو وَرَفَعَ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ مَعَهُ يَدْعُونَ
“Datang seorang laki-laki Arab pedalaman, penduduk Badui, kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari Jum’at. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, ternak kami telah binasa, begitu pula famili kami dan orang-orang.” Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat kedua tangannya, dia berdoa, dan manusia ikut mengangkat kedua tangan mereka bersamanya ikut berdoa.” (H.R. Bukhari No. 983)
Hadits di atas, terjadi saat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang khuthbah Jum’at.
Dalam hadits ini bisa dimaknai bahwa mengangkat kedua tangan ketika doa Istisqa’ adalah sunnah dan dicontohkan oleh Nabi ﷺ, lalu diikuti oleh manusia saat itu dengan juga mengangkat tangan mereka, tetapi juga bisa dimaknai bahwa hal ini terjadi secara umum dan mutlak, seperti mendatangi orang shalih atau ulama untuk mendoakan manusia tentang hajat mereka, karena dalam kisah ini tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa kebolehan mengangkat kedua tangan itu khusus untuk Istisqa’.
Sementara sebagian ulama menyatakan mengangkat tangan tinggi dalam berdoa hanya khusus pada Istisqa’. Sementara, Imam Bukhari menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa mengangkat kedua tangan ketika doa adalah MUTLAK dalam doa apa saja dan kapan saja.
Berkata Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah tentang hadits di atas:
قَالُوا هَذَا الرَّفْعُ هَكَذَا وَإِنْ كَانَ فِي دُعَاءِ الِاسْتِسْقَاءِ ، لَكِنَّهُ لَيْسَ مُخْتَصًّا بِهِ ، وَلِذَلِكَ اِسْتَدَلَّ الْبُخَارِيُّ فِي كِتَابِ الدَّعَوَاتِ بِهَذَا الْحَدِيثِ عَلَى جَوَازِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي مُطْلَقِ الدُّعَاءِ .
“Mereka mengatakan bahwa mengangkat tangan yang seperti ini jika terjadi pada doa istisqa’, tetapi hadits ini tidaklah mengkhususkannya. Oleh karenanya, Imam Bukhari berdalil dengan hadits ini dalam kitab Ad Da’awat atas kebolehan mengangkat kedua tangan secara mutlak (umum) ketika berdoa.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/201-202. Cet. 2. Maktabah As Salafiyah, Madinah Al Munawarah)
Al Qadhi ‘Iyadh menceritakan dari sebagian salaf dan sebagian Malikiyah boleh mengangkat kdua tangan. Alasannya Nabi ﷺ pernah khuthbah Jum’at mengangkat kedua tangan, saat itu beliau doa minta hujan. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/162)
Yang lainnya memilih tidak, tapi mengaminkan tanpa mengangkat tangan dan merupakan pendapat Hambaliyah, para ulama Saudi, dan para pengikutnya termasuk di Indonesia.
Maka, janganlah memandang salah dan bodoh saudara kita yang mengangkat kedua tangan saat mengaminkan doanya khathib. Jangan sampai kita menjadi “shock fiqih” hanya gara-gara membaca satu fatwa lalu tidak mau melihat pendapat dan hujjah ulama lain. Dia kira ulama hanya yang dia ketahui dan baca saja.
Demikian. Wallahu A’lam.