Home KONSULTASI SYARIAH

Menyandingkan Nama Suami di Belakang Nama Istri

738
SHARE
menyandingkan nama isteri dan suami

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum, Ustadz. Bagaimana hukumnya seorang wanita dipanggil dengan menggabungkan nama suaminya seperti yang ada di beberapa daerah di Indonesia? Misal, Bu Fathimah adalah istri dari Pak Ja’far, lalu dipanggil dengan nama Bu Fathimah Ja’far. (08522900xxcc)Jawaban Ust. Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah:

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Hendaknya seseorang dinasabkan dan disandarkan kepada nama ayahnya, bukan nama suaminya.

Allah Ta’ala berfirman:

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ

Panggilah anak-anak itu dengan nama ayah-ayah mereka. Dan yang demikian itu lebih adil di sisi Allah. (Q.S. Al Ahzab: 5)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، وَهُوَ يَعْلَمُ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ

Barang siapa yang mengklaim nasab kepada seorang yang bukan ayahnya, padahal dia tahu (itu bukan ayahnya), maka surga haram baginya. (H.R. Al Bukhari No. 4326, Muslim, 115/63)

Maka, hendaknya seorang wanita tetap menggandengkan nama ayahnya di belakang namanya, sebab ayah tidak akan pernah jadi “mantan ayah”.

Kalau ada wanita menggunakan nama suaminya, “Fathimah Ja’far”, lalu besok bercerai atau suami wafat, menikah lagi dengan Ahmad, maka berubah lagi menjadi “Fathimah Ahmad”, sedangkan dengan ayah tidak akan berubah.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah menjelaskan:

لا يوجد في السنة النبوية ما يدل على أن الزوجة تُنسب لزوجها ، بل هذا أمر حادث لا تقره الشريعة ، وهؤلاء زوجات النبي صلى الله عليه وسلم أمهات المؤمنين ، تزوجهن النبي صلى الله عليه وسلم وهو أشرف الناس نسباً ، ولم تُنسب إحداهنَّ لاسمه صلى الله عليه وسلم ، بل كلُّ واحدة منهن نسبت لأبيها ولو كان كافراً ، وهؤلاء زوجات الصحابة – رضي الله عنهن –ومن بعدهن لم يغيرن نسبهن

Tidak ditemukan dalam Sunnah yang menunjukkan bahwa seorang istri disandarkan (dinasabkan) kepada suaminya. Ini adalah perkara baru yang tidak diakui oleh syariah.

Lihat istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para Umahatul Mu’minin, mereka menikah dengan manusia yang paling mulia nasabnya yaitu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tapi masing – masing mereka tidak pernah menasabkan nama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada mereka. Tetapi, mereka tetap mengkaitkan nama mereka kepada ayah-ayah mereka walau ayah mereka kafir.

Begitu pula istri-istri generasi sahabat Nabi ﷺ, juga setelah mereka, mereka tidak pernah mengubah nasab mereka. (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 82138)

Yang Dibolehkan

Ada pun jika dipanggil dengan “Istri Ja’far”, “Bu Ja’far” yang menunjukkan ikatan pernikahan, ini tidak apa-apa.

Sebab Allah Ta’ala menyebut hal demikian pula:

إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

(Ingatlah), ketika Isteri ´Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau, anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nadzar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Ali Imran: 35)

Ayat lain:

وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَنْ نَفْسِهِ قَدْ شَغَفَهَا حُبًّا إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Dan perempuan-perempuan di kota berkata, “Istri Al-Aziz menggoda dan merayu pelayannya untuk menundukkan dirinya, pelayannya benar-benar membuatnya mabuk cinta. Kami pasti memandang dia dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Yusuf: 30).

Demikian. Wallahu A’lam.