Home KONSULTASI SYARIAH

Nikah tanpa Mahar, Sahkah?

1394
SHARE

Pertanyaan:

Apakah begitu pentingnya mahar untuk menikahi wanita dan harus berwujud suatu yang bernilai, misalnya emas? Jika tidak dinyatakan adanya mahar, apakah pernikahan itu sah?
Karena pernah dengar kalau alat shalat itu belum bisa disebut mahar. Apakah benar demikian? (Rika)

Jawaban Ust. Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah:

Bismillahirrahmanirrahim.

Dalam proses akad nikah, mahar itu WAJIB.

Allah Ta’ala berfirman:

وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا

Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati. (Q.S. An-Nisa’: 4)

Imam Al Qurthubi Rahimahullah berkata:

هذه الآية تدل على وجوب الصداق للمرأة وهو مجمع عليه ولا خلاف فيه

Ayat ini menunjukkan wajibnya memberikan mahar untuk wanita dan ini telah ijma’ (konsensus) para ulama, dan tidak ada perbedaan pendapat tentang ini. (Tafsir Al Qurthubi, 5/24)

Hanya saja, walau ini wajib, tapi menurut mayoritas ulama BUKAN termasuk syarat sahnya nikah dan bukan pula rukun nikah.

Dengan kata lain tetap sah pernikahannya tanpa mahar, namun dia (laki-laki) meninggalkan kewajiban dan berdosa karenanya.

Tertulis dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:

والمهر ليس شرطاً في عقد الزواج ولا ركنا عند جمهور الفقهاء، وإنما هو أثر من آثاره المترتبة عليه، فإذا تم العقد بدون ذكر مهر صح باتفاق الجمهور

Mahar itu bukanlah syarat dan rukun dalam pernikahan menurut mayoritas ahli fiqih. Itu hanyalah konsekuensi dari akad itu sendiri. Jika akad nikah sudah sempurna tanpa menyebut mahar, maka itu SAH menurut mayoritas ulama. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 24/64)

Namun demikian, tidak sepantasnya kewajiban ini ditinggalkan.

Adapun nilai mahar, apapun yang memiliki harga tetap sah. Baik sedikit atau banyak.

Nabi ﷺ bersabda:

خير الصداق أيسره

Mahar terbaik adalah yang paling mudah. (H.R. Al Hakim, Al Baihaqi. Shahih. Lihat Shahihul Jami’ no. 3279)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

ولم يحدد الشرع المهر بمقدار معين لا يزاد عليه . ومع ذلك فقد رَغَّب الشرع في تخفيف المهر وتيسيره

Tidak ada batasan syariat tentang ukuran mahar secara spesifik. Bersamaan dengan itu, syariat menganjurkan untuk yang ringan dan mudah dalam mahar. (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 10525)

Maka, seperangkat alat shalat, buku, atau cincin emas, semua ini boleh jadi mahar, sesuaikan dengan kemampuan dan tradisi layak di sebuah daerah. Tidak ada dalil yang melarangnya.

Hanya saja para ulama berselisih tentang mahar dengan hafalan Al Qur’an semata, kebanyakan menyatakan tidak boleh, kecuali dibarengi oleh mahar yang lain.

Demikian. Wallahu A’lam.