Home FIQIH IBADAH FIQIH THAHARAH

Panduan Ibadah bagi Para Pemudik (Bag. 6)

722
SHARE

Bolehkah berwudhu dengan air mineral?

Air mineral kemasan adalah air yang berasal dari pegunungan atau telaga, yang didestilasi (penyulingan), juga disaring sampai berkali-kali, atau air yang dipanaskan, dan diperuntukkan sebagai minuman. Tapi, air ini bukanlah sirop, bukan pula kuah. Dia tetap air alam yang suci dan mensucikan. Tidak masalah berwudhu dengannya.

Imam Asy Syafi’i Rahimahullah berkata:

ولا أكره الماء المشمس إلا أن يكره من جهة الطب

Aku tidak memakruhkan air musyammas [air hangat karena terik matahari], melainkan makruhnya itu dari sisi kedokteran saja. (Ma’rifatus Sunan, 23/507)

Imam Ali Al Qari Rahimahullah menjelaskan:

واعلم أن استعمال الماء المشمس مكروه على الأصح من مذهب الشافعي والمختار عند متأخري أصحابه عدم كراهيته وهو مذهب الأئمة الثلاثة والماء المسخن غير مكروه بالإتفاق

Ketahuilah, bahwa menggunakan air masyammas itu makruh menurut yang shahih dari madzhab Syafi’i, namun yang dipilih oleh Syafi’iyah generasi belakangan adalah tidak makruh, dan itulah pendapat para imam yang tiga [Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad]. Adapun air rebusan TIDAKLAH MAKRUH menurut kesepakatan ulama. (Mirqah Al Mafatih, 2/422)

Jika tidak ada air bolehkah bertayammum di debu yang ada di jok atau dinding mobil?

Jika memang sudah tidak ada air atau sedikit air dan tidak mencukupi, maka boleh baginya bertayammum. Syaikh ‘Adil Al ‘Azaziy Atsabahullah berkata:

إذا لم يجد الماء: سواء كان مُقِيماً أو مسافرًا، وسواء كان مُحدِثًا حدثًاً أصغر أو حدثًاً أكبر.

[Boleh tayammum] jika tidak ditemukan air, sama saja baik dia mukim atau musafir, baik dia berhadats dengan hadats kecil atau besar. (Syaikh ‘Adil Al ‘Azaziy, Mulakhash Ahkam At Tayammum wal Mashi ‘Alal Jabirah)

Dengan apa bertayammum? Yaitu dengan shaa’id, sebagaimana ayat:

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

Lalu kalian tidak mendapatkan air maka bertayammumlah dengan shaa’id yang baik [suci]. (Q.S. An Nisa: 43)

Shaa’id sering diartikan debu saja oleh sebagian ulama, tapi ulama lain mengatakan seluruh yang terdapat di permukaan bumi adalah shaa’id, baik debu, tanah, batu, pasir, kapur, dan tanah yang basah.

Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al Jazairi Rahimahullah berkata tentang tata cara tayammum:

ثم يضرب بكفيه وجه الارض من تراب او رمل او حجارة او سبخة و نحوها …

“ … kemudian meletakkan tangan di atas permukaan tanah, atau pasir, atau batu, atau tanah berair, atau lain-lainnya… (Minhajul Muslim, Hal. 142)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

يجوز التيمم بالتراب الطاهر وكل ما كان من جنس الارض، كالرمل والحجر والرجص. لقول الله تعالى: (فتيمموا صعيدا طيبا) وقد أجمع أهل اللغة، على أن الصعيد وجه الارض، ترابا كان أو غيره

Dibolehkan bertayammum dengan debu yang suci dan semua yang mencakup bagian dari bumi seperti pasir, dan bebatuan, berdasarkan firman Allahﷻ: [maka bertayammumlah dengan shaa’id yang suci]. Para ahli bahasa telah ijma’ [sepakat] bahwa shaa’id adalah semua permukaan bumi baik itu debu atau selainnya. (Fiqhus Sunnah, 1/79)

Sifat dari debu adalah beterbangan dan menempel pada semua benda. Dia ada di tanah, dinding, kursi, dan sebagainya. Maka, selama dinding, jok, dan semisalnya, terdapat debu yang berasal dari permukaan bumi, tidak apa-apa bertayammum di situ. Tapi, jika dinding dan kursi itu bersih dari debu tentu tidak boleh.
Wallahu A’lam.

(Bersambung)

✍ Ustadz Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah