Home KONSULTASI SYARIAH

Keutamaan Sayyidul Istighfar

231
SHARE

Pertanyaan:

Ustadz, mohon penjelasan tentang keutamaan sayyidul istighfar. Terima kasih.

Jawaban Ustadz Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah:

أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ قَالَ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya istighfar yang paling baik adalah kamu mengucapkan: ‘ALLAHUMMA ANTA RABBI LAA ILAAHA ILLA ANTA KHALAQTANI WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHA’TU A’UUDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHANA’TU ABUUU LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABUUU LAKA BIDZANBI FAGHFIRLI FA INNAHU LAA YAGHFIRU ADZ DZUNUUBA ILLA ANTA [Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanjian-Mu dan janji-Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui dosaku kepada-Mu dan aku akui nikmat-Mu kepadaku, maka ampunilah aku. Sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain-Mu]’.” Beliau bersabda: ‘Jika ia mengucapkan di waktu siang dengan penuh keyakinan lalu meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk dari penghuni surga. Dan jika ia membacanya di waktu malam dengan penuh keyakinan lalu meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk dari penghuni surga.’ (H.R. Bukhari No. 6306)

Al Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan:

الذكر يكون بالقلب، ويكون باللسان، والأفضل منه ما كان بالقلب واللسان جميعا، فإن اقتصر على أحدهما فالقلب أفضل، ثم لا ينبغي أن يترك الذكر باللسان مع القلب خوفا من أن يظن به الرياء، بل يذكر بهما جميعا ويقصد به وجه الله تعالى، وقد قدمنا عن الفضيل رحمه الله: أن ترك العمل لأجل الناس رياء

Berdzikir bisa di hati dan di lisan, yang lebih utama adalah berdzikir dengan hati dan lisan secara bersamaan. Jika dihilangkan salah satunya, maka dzikir dengan hati adalah lebih utama. Lalu, hendaknya jangan meninggalkan dzikir lisan dengan hati lantaran takut ada orang yang menyangkanya riya’. Justru dia hendaknya berdzikir dengan keduanya dengan tujuan mencari wajah Allah Ta’ala. Kami telah sampaikan ucapan Al Fudhail bin ‘Iyadh: meninggalkan amal karena manusia adalah riya’.” (Al Adzkar, hal. 11)

Beliau menambahkan:

اعلم أن فضيلة الذكر غير منحصرة في التسبيح والتهليل والتحميد والتكبير ونحوها، بل كل عامل لله تعالى بطاعة فهو ذاكر لله تعالى، كذا قاله سعيد بن جبير رضي الله عنه وغيره من العلماء. “

“Ketahuilah bahwa keutamaan dzikir tidaklah dibatasi hanya pada tasbih, tahmid, takbir, dan semisalnya. Tetapi semua amal ketaatan yang dilakukan untuk Allah Ta’ala juga merupakan dzikrullah Ta’ala. Demikianlah yang dikatakan oleh Sa’id bin Jubair radhiallahu ‘anhu dan ulama lainnya.” (Ibid)

Demikian. Wallahu A’lam.