Home KONSULTASI SYARIAH

Air Mani Keluar Sendiri, Batalkah Puasanya?

568
SHARE

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum, Pak Ustadz. Suami saya umurnya 60 tahun. Beliau sering tanpa disadari mengeluarkan cairan putih seperti air biasa tapi licin (maaf) dari kemaluannya (mani encer mungkin ya), padahal suami saya dikatakan hilang rasa birahi juga tidak sama sekali sih, hanya agak hilang saja. Saat puasa sekarang ini sering keluar juga siang hari tanpa sebab begitu. Apakah ini membatalkan puasanya, Pak Ustadz? Sebab beliau sudah bertanya dengan ulama tempat kami (2 orang) dan di grup WA Ustadz Somad, katanya batal puasanya. Bagaimana yang sebenarnya, Ustadz? Mohon penjelasannya.

Jawaban Ust. Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah:

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Yang perlu diperjelas adalah apakah itu benar air mani?

Dalam Dustur Al ‘Ulama:

الْمَنِيُّ هُوَ الْمَاءُ الأْبْيَضُ الَّذِي يَنْكَسِرُ الذَّكَرُ بَعْدَ خُرُوجِهِ وَيَتَوَلَّدُ مِنْهُ الْوَلَدُ

Air mani adalah air berwarna putih yang membuat kemaluan lemas setelah keluarnya, dan terbentuknya bayi adalah berasal darinya. (Dustur Al ‘Ulama, 3/361)

Apakah si bapak itu lemas setelah keluar cairan tersebut?

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah memberikan penjelasan tentang MADZI:

وهو ماء أبيض لزج يخرج عند التفكير في الجماع أو عند الملاعبة، وقد لا يشعر الانسان بخروجه، ويكون من الرجل والمرأة إلا أنه من المرأة أكثر، وهو نجس باتفاق العلماء

Itu adalah air berwarna putih agak kental yang keluar ketika memikirkan jima’ atau ketika bercumbu, manusia tidak merasakan keluarnya, terjadi pada laki-laki dan wanita hanya saja wanita lebih banyak keluarnya, dan termasuk najis berdasarkan kesepakatan ulama. (Fiqhus Sunnah, 1/26. Darul Kitab Al ‘Arabi)

Apa perbedaan MANI dengan MADZI?

وَالْفَرْقُ بَيْنَ الْمَذْيِ وَالْمَنِيِّ أَنَّ الْمَنِيَّ يَخْرُجُ بِشَهْوَةٍ مَعَ الْفُتُورِ عَقِيبَهُ ، وَأَمَّا الْمَذْيُ فَيَخْرُجُ عَنْ شَهْوَةٍ لاَ بِشَهْوَةٍ وَلاَ يَعْقُبُهُ فُتُورٌ

Perbedaan antara madzi dan mani adalah, bahwa mani keluar dibarengi dengan syahwat dan keadaan lemas setelah keluarnya, ada pun madzi bisa keluar dengan syahwat dan tanpa syahwat, dan tidak membuat lemas setelah keluarnya. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 2/141, Fathul Qadir, 1/42)

Jadi, jika dia setelah itu lemas, dibarengi rasa enak saat keluarnya, maka itu mani. Adapun keenceran itu terkait dengan produksi spermanya. Tapi, reaksi dasarnya “lemas” dan “rasa enak” saat keluar itulah mani.

Jika ini tidak ada, MAKA ITU BUKAN MANI.

ANGGAPLAH ITU MANI

Kemudian, anggaplah itu mani, karena keluarnya tidak melalui kesengajaan bukan karena dengan tangan, memeluk, menggesekkan ke istri, dan lain-lain, alias keluar sendiri apakah ini membatalkan? TIDAK menurut mayoritas ulama. Bahkan walau dibarengi dengan MEMIKIRKAN dan MENGKHAYALKAN, tetap tidak batal.

Dalam Al Mausu’ah:

إِنْزَال الْمَنِيِّ بِالنَّظَرِ أَوِ الْفِكْرِ ، فِيهِ التَّفْصِيل الآْتِي : – مَذْهَبُ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ إِلاَّ قَلِيلاً مِنْهُمْ أَنَّ الإِْنْزَال بِالْفِكْرِ – وَإِنْ طَال – وَبِالنَّظَرِ بِشَهْوَةٍ ، وَلَوْ إِلَى فَرْجِ الْمَرْأَةِ مِرَارًا ،لاَ يُفْسِدُ الصَّوْمَ ، وَإِنْ عَلِمَ أَنَّهُ يُنْزِل بِهِ ، لأَِنَّهُ إِنْزَالٌ مِنْ غَيْرِ مُبَاشَرَةٍ ، فَأَشْبَهَ الاِحْتِلاَمَ . قَال الْقَلْيُوبِيُّ : النَّظَرُ وَالْفِكْرُ الْمُحَرِّكُ لِلشَّهْوَةِ ، كَالْقُبْلَةِ ، فَيَحْرُمُ وَإِنْ لَمْ يُفْطِرْ بِهِ.
وَمَذْهَبُ الْمَالِكِيَّةِ أَنَّهُ إِنْ أَمْنَى بِمُجَرَّدِ الْفِكْرِ أَوِ النَّظَرِ ، مِنْ غَيْرِ اسْتِدَامَةٍ لَهُمَا ، يَفْسُدُ صَوْمُهُ وَيَجِبُ الْقَضَاءُ دُونَ الْكَفَّارَةِ .

Keluarnya air mani karena melihat atau memikirkan, ada perincian: Madzhab Hanafiy dan Syafi’iy -kecuali sebagian kecil saja dari mereka- bahwa keluarnya mani karena memikirkan walaupun lama, atau karena melihat dengan syahwat walau ke kemaluan wanita berkali-kali TIDAKLAH MEMBATALKAN PUASA, sebab keluarnya mani bukan karena mubasyarah, maka ini serupa dengan mimpi basah. Al Qalyubi berkata: “Penglihatan, khayalan, yang membangkitkan syahwat seperti mencium adalah HARAM walau TIDAK MEMBATALKAN PUASA.

Adapun madzhab Malikiyah, bahwa semata-mata keluar mani gara-gara memikirkan atau melihat, walau tanpa terus-terusan maka itu membatalkan puasanya dan wajib qadha, tanpa kafarah. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 28/33-34)

Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan:

فإن كان سببه مجرد النظر، أو الفكر، فإنه مثل الاحتلام نهارا في الصيام لا يبطل الصوم، ولا يجب فيه شئ.
وكذلك المذي، لا يؤثر في الصوم، قل، أو كثر.

Jika sebab keluarnya mani semata-mata karena melihat, atau memikirkan, maka itu serupa dengan mimpi basah di siang hari saat puasa, itu tidak membatalkan puasa, dan tidak ada kewajiban apapun.

Demikian pula madzi sama sekali tidak ada pengaruhnya bagi puasanya, baik sedikit atau banyak. (Fiqhus Sunnah, 1/466)

Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan:

عن عمرو بن هرم قال : سئل جابر بن زيد عن رجل نظر إلى امرأته في رمضان فأمنى من شهوتها هل يفطر ؟ قال : لا ، و يتم صومه

Dari Amru bin Haram, bahwa Jabir bin Zaid ditanya tentang laki-laki yang melihat istrinya pada bulan Ramadhan lalu keluar mani-nya karena syahwat, apakah batal puasanya? Beliau menjawab: “TIDAK, hendaknya dia lanjutkan puasanya.” (Al Mushannaf, 2/170/1)

Maka, kasus yang ditanyakan ini masih lebih ringan, tidak memikirkan, tidak mengkhayal, tidak melihat yang porno, tidak syahwat, tapi keluar sendiri. Maka lebih menunjukkan bahwa itu tidak batal sebagaimana penjelasan di atas.

Demikian. Wallahu A’lam.