Home KONSULTASI SYARIAH

Hadits Dosa Riba Lebih Berat dari Berzina?

1240
SHARE

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum. Ustadz. Seorang teman mendapat broadcast hadits-hadits tentang riba seperti di bawah ini. Benarkah atau dapat dipercayakah ulasannya? Jazakallah khair.

———————————————————————-

Benarkah Dosa Riba Lebih Berat dari Berzina?

Keharaman riba telah disepakati oleh para ulama. Namun apakah bunga bank itu termasuk riba? Para ulama berbeda pandangan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan: Iya, termasuk riba. Namun para ulama Mesir yang tergabung dalam Majma’ al-Buhuts Islamiyah (MBI) mengatakan tidak. Mufti Taqi Usmani dari Pakistan mengatakan Iya. Namun Mufti Nasr Farid Wasil dari Mesir mengatakan Tidak. Syekh Wahbah az-Zuhaili mengatakan Iya. Sayyid Thantawi (Grand Syaikh al-Azhar) mengatakan Tidak.

Jadi, buat ulama yang menganggap bunga bank termasuk riba, maka hukumnya haram, dengan segala konsekuensinya termasuk bekerja di bank konvensional. Sementara buat ulama yang menganggap bunga bank bukan termasuk riba maka hukumnya boleh, termasuk boleh bekerja di bank konvensional.

Sampai sini, sudah jelas ya? Tidak usah ribut. Ini perkara khilafiyah.

Namun belakangan ini beredar meme/gambar sampai baliho/spanduk yang mengutip hadits Nabi yang mengatakan 1 dirham riba lebih besar dosanya dari perbuatan zina sebanyak 36 kali. Bahkan ada hadits yang lebih serem lagi: Riba memiliki 72 pintu. Yang paling rendah seperti menzinai ibu kandung.

Mari kita bahas sanad dan matan kedua hadits di atas. Shahihkah haditsnya?

Hadits dengan redaksi yang mirip banyak diriwayatkan melalui berbagai jalur periwayatan: Abu Hurairah, Ibn Mas’ud, dan Siti Aisyah. Para ulama sudah membahasnya dan mereka berselisih mengenai shahih atau tidaknya hadits-hadits tersebut. Al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak mengatakan haditsnya sahih sesuai kriteria Bukhari-Muslim. Namun ulama lain mengatakan tidak sahih.

Hasil pelacakan saya, hadits seputar dosa riba yang melebihi dosa perbuatan zina itu sanadnya lemah dan matannya mungkar. Ini alasannya:

1. Ibn al-Jauzi menjelaskan kedhaifan riwayat-riwayat hadits semacam ini dalam kitabnya al-Maudhu’at (juz 2, halaman 247):

ليس في هذه الاحاديث شئ صحيح

Tidak ada satupun yang shahih dalam kumpulan hadits seputar masalah ini.

Ibn Al-Jauzi mengutip bagaimana Imam Bukhari mengomentari sejumlah perawi hadits yang bermasalah.

Abu Mujahid: haditsnya munkar.
Thalhah bin Zaid: munkar.

Jadi bagaimana mungkin dikatakan haditsnya sahih sesuai syarat Bukhari-Muslim?

2. Syaikh Abdur Rahman al-Mu’alimi al-Yamani ketika mentahqiq kitab al-Fawa’id al-Majmu’ah fi al-Hadits al-Maudhu’ah (juz 1, halaman 150) menulis

‎والذي يظهر لي أن الخبر لا يصح عن النبي صلى الله عليه وسلم البتة

Yang jelas tampak bagiku bahwa khabar (seputar topik ini) tidak benar sama sekali berasal dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

3. Ahli hadits lainnya Abu Ishaq al-Huwaini dalam kitab Ghauts al-Makdud bi Takhrij al-Muntaqa Libnil Jarud membuat kesimpulan:

‎أن الحديث لا يمكن نسبته إلى النبي صلى الله عليه وسلم ، لا تصحيحاً ولا تحسيناً ، وأحسن أحواله أن يكون ضعيفا ، وعندي أنه باطل ، وفي متنه اضطراب كثير

Hadits semacam ini tidak mungkin dinisbatkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, statusnya tidak shahih dan juga tidak hasan. Paling banter dikatakan dha’if. Tapi buat saya haditsnya bathil, dan di matan (teks)nya terdapat perbedaan redaksi yang banyak (mudtarib).

4. Terakhir, Syaikh ‘Ali as-Shayyah, dosen ilmu hadits di Universitas King Saud, Riyadh, Saudi Arabia melakukan riset tentang hadits seputar ini. Beliau menyimpulkan:

‎لم يصح شيء مرفوع إلى النبي صلى الله عليه وسلم في تَعْظيمِ الرّبَا على الزنا

Tidak satupun hadits yang marfu’ bersambung kepada Nabi dalam topik lebih besarnya dosa riba daripada perbuatan zina.

Jadi, dari segi sanad, hadits seputar topik ini dianggap lemah, bathil, dan tidak sampai ke Nabi, oleh para ulama hadits di atas.

Dari sisi teks atau matan, hadits seputar ini juga bermasalah. Perbuatan zina itu termasuk dalam hal jinayat (pidana Islam). Sedangkan riba itu tidak termasuk dalam jinayat. Bagaimana mungkin dosa riba melebihi dosa perbuatan zina, apalagi dikaitkan dengan melebihi dosa menzinahi ibu kandung. 36 kali dosanya lebih besar. Jadi bagaimana hukuman cambuknya? 36 dikali 100 cambuk? Tidak masuk akal.

Karena itu kesimpulan saya hadits-hadits seputar masalah ini tidak bisa dijadikan pegangan kita. Wa Allahu A’lam.

Tabik,

Nadirsyah Hosen

————————————————————————


Jawaban Ustadz Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah:

Bismillahirrahmanirrahim.

Tulisan ini, sepertinya memang untuk mendegradasi kuatnya dosa riba. Mengingat penulisnya adalah salah satu kontributor Jaringan Islam Liberal yang paling gigih.

Apa yang dikatakannya bahwa Majma’ Buhuts tidak mengharamkan bunga bank, adalah kebohongan. Justru mu’tamar Majma’ Buhuts memutuskan bunga adalah bunga bank yang diharamkan. Keharaman bunga bank dan statusnya sebagai riba, juga ditegaskan kembali oleh Syaikh Al Qaradhawi.

Dulu, ketika perbankan baru masuk ke dunia Islam, memang masih banyak ulama yang mengatakan bunga bank bukan riba, sebut saja Syaikh Mahmud Syaltut Rahimahullah, yang kemudian dikoreksi oleh muridnya sendiri, Syaikh Al Qaradhawi dalam kitabnya: Fawaidul Bunuk Hiya Riba Al Haram. Masa kemudian, ketika sudah banyak penelitian dan dampak buruk bunga bank, bagi kehidupan individu dan negara, para ulama meneliti kembali, dan umumnya menyatakan riba atas bunga bank.

Kemudian, tentang dosa besarnya riba. Ini pun tidak ragu lagi.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al Baqarah: 275)

Allah ﷻ berfirman:

فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Q.S. Al Baqarah: 279)

Riba salah satu penyebab turunnya adzab, Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ حَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ كِتَابَ اللهِ

Jika zina dan riba sudah muncul di sebuah negeri maka mereka telah menghalalkan adzab Allah ﷻ. (H.R. Al Baihaqi, Syu’abul Iman No. 5416. Al Hakim, Al Mustadrak No. 2261, kata Al Hakim: shahihul isnad. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 679).

Riba salah satu perkara yang membinasakan, Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا هُنَّ قَالَ … وَأَكْلُ الرِّبَا …

“Jauhilah oleh kalian tujuh hal yang membinasakan.” Mereka bertanya: “Apa saja itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: (Salah satunya) … memakan riba … (H.R. Al Bukhari No. 2766, Muslim No. 89)

Riba dilaknat oleh Rasulullah ﷺ. Dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه وقال هم سواء

Rasulullah ﷺ melaknat pemakan riba, yang memberinya, pencatatnya, dan dua saksinya. Beliau berkata: semua sama. (H.R. Muslim No. 1598)

Bagi yang ingin mengetahui betapa mengerikannya dosa riba silahkan buka Kitab Al Kabaair-nya Imam Adz Dzahabi, yaitu Al Kabiirah At Tsaniyah ‘Asyrah (dosa besar ke 12)

Si penulis, mencoba meringankan riba dengan menengahkan hadits-hadits yang memang secara sanad para muhadditsin memang berselisih, dan dia lupakan kecaman riba dalam Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih. Lalu, pelemahan dilanjutkan hanya karena riba bukan termasuk jinayat (kejahatan yang berdampak pidana) sebagaimana zina, ini penggiringan opini juga tidak benar. Sebab, Banyak sekali dosa-dosa besar yang tidak berdampak pidana, seperti ghibah, bohong, namimah, dan lain-lain.

Demikian. Wallahu A’lam.