Home KONSULTASI SYARIAH

Mengumumkan Kematian di Masjid, Terlarang?

1740
SHARE

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum, Ustadz. Pendapat mana yang paling kuat sesuai dalil Quran dan haditsnya tentang pendapat yang membolehkan mengumumkan kematian melalui speaker masjid atau pendapat yang tidak membolehkannya? Mohon penjelasannya, Ustadz.

Jawaban Ustadz Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah:

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Bismillahirrahmanirrahim.

Mengumumkan kematian (An Na’yu), memang ada yang terlarang, dan itu tertera dalam beberapa hadits, di antaranya:

Dari Hudzaifah bin Al Yaman Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

إِذَا مِتُّ فَلَا تُؤْذِنُوا بِي، إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَكُونَ نَعْيًا، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَى عَنِ النَّعْيِ

Jika aku mati maka janganlah mengumumkannya, aku khawatir itu termasuk An Na’yu, aku dengar Rasulullah ﷺ melarang An Na’yu. (H.R. At Tirmidzi No. 986, hasan)

Imam At Tirmidzi Rahimahullah mengatakan:

وَقَدْ كَرِهَ بَعْضُ أَهْلِ العِلْمِ النَّعْيَ، وَالنَّعْيُ عِنْدَهُمْ: أَنْ يُنَادَى فِي النَّاسِ أَنَّ فُلَانًا مَاتَ لِيَشْهَدُوا جَنَازَتَهُ، وقَالَ بَعْضُ أَهْلِ العِلْمِ: لَا بَأْسَ أَنْ يُعْلِمَ أَهْلَ قَرَابَتِهِ وَإِخْوَانَهُ ” وَرُوِيَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ أَنَّهُ قَالَ: «لَا بَأْسَ بِأَنْ يُعْلِمَ الرَّجُلُ قَرَابَتَهُ

Sebagian ulama telah memakruhkan An Na’yu, menurut mereka An Na’yu adalah seseorang berseru pada manusia bahwa fulan telah wafat agar manusia menyaksikan jenazahnya. Sebagian ulama mengatakan tidak apa-apa pemberitahuan kepada kerabat dekat dan saudara-sauaranya. Diriwayatkan dari Ibrahim, bahwa dia berkata: Tidak apa-apa seseorang memberitahu kaum kerabatnya. (Jaami’ At Tirmidzi, Hal. 303-304)

Adapun jika tujuannya agar manusia menshalatkannya, bukan untuk membanggakan, kesombongan atas kedudukan yang wafat, selama caranya tidak mengikuti kaum jahiliyah, tidak apa-apa, bahkan itu disunnahkan.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: نَعَى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّجَاشِيَّ صَاحِبَ الحَبَشَةِ، يَوْمَ الَّذِي مَاتَ فِيهِ، فَقَالَ: «اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ»

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: “Rasulullah ﷺ memberitahukan kami tentang Najasyi, Raja Etiopia [Habasyah], di hari kematiannya. Beliau bersabda: “Mohonkanlah ampun bagi saudara kalian.” (H.R. Bukhari No. 1327)

Dalam hadits yang lain:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَى النَّجَاشِيَّ فِي اليَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ، وَخَرَجَ بِهِمْ إِلَى المُصَلَّى، فَصَفَّ بِهِمْ، وَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ»

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: “Rasulullah ﷺ memberitahukan berita kematian Najasyi, Raja Etiopia [Habasyah], di hari kematiannya. Beliau keluar ke lapangan bersama manusia lalu membuat shaf dan bertakbir empat kali.” (H.R. Bukhari no. 1333)

Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah mengatakan:

وَفِيهِ إِبَاحَةُ الْإِشْعَارِ بِالْجِنَازَةِ وَالْإِعْلَامِ بِهَا لِيَجْتَمِعَ إِلَى الصَّلَاةِ عَلَيْهَا وَفِي ذَلِكَ رَدُّ قَوْلِ مَنْ تَأَوَّلَ نَهْيَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّعْيِ أَنَّهُ الْإِعْلَامُ بِمَوْتِ الْمَيِّتِ لِلِاجْتِمَاعِ إِلَى جِنَازَتِهِ

Pada hadits ini terdapat kebolehan menyiarkan dan mengumumkan berita jenazah untuk mengumpulkan manusia agar menshalatkannya. Hal ini membantah pendapat pihak yang mentakwil larangan Rasulullah ﷺ terhadap An Na’yu bahwa itu adalah mengumumkan kematian supaya orang berkumpul kepada jenazahnya. (Al Istidzkar, 3/26)

Bahkan Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan itu adalah sunnah (mustahab):

وفيه استحباب الاعلام بالميت لا على صورة نعي الجاهلية بل مجرد اعلام الصلاة عليه وتشييعه وقضاء حقه في ذلك والذي جاء من النهي عن النعي
ليس المراد به هذا وانما المراد نعي الجاهلية المشتمل على ذكر المفاخر وغيرها

Pada hadits ini terdapat kesunnahan mengumumkan kematian selama tidak dengan cara jahiliyah, tapi semata-mata pemberitahuan untuk menshalatkannya dan memenuhi haknya. Adapun larangan An Na’yu maksudnya adalah pemberitahuan dengan cara jahiliyah yaitu menyebutkan dengan kebanggaan dan selain itu. (Syarh Shahih Muslim, 16/23)

Jadi, tidak benar memukul rata bahwa An Na’yu itu terlarang, Imam Az Zurqaniy Rahimahullah menyebutkan:

وَقَالَ ابْنُ الْعَرَبِيِّ: يُؤْخَذُ مِنْ مَجْمُوعِ الْأَحَادِيثِ ثَلَاثُ حَالَاتٍ: الْأُولَى: إِعْلَامُ الْأَهْلِ وَالْأَصْحَابِ وَأَهْلِ الصَّلَاحِ، فَهَذَا سُنَّةٌ. الثَّانِيَةُ: دَعْوَةُ الْجَفَلَى لِلْمُفَاخَرَةِ، فَهَذَا يُكْرَهُ. الثَّالِثَةُ: الْإِعْلَامُ بِالنِّيَاحَةِ وَنَحْوِهَا، فَهَذَا يَحْرُمُ.

Ibnul ‘Arabiy berkata:

Bisa dipetik pelajaran dari kumpulan semua hadits tentang ini menjadi tiga keadaan:
1. Pengumuman untuk keluarga, para sahabat, dan orang-orang baik, maka ini sunnah.

2. Mengundang untuk membanggakan diri, ini makruh.

3. Pengumuman untuk meratapi dan semisalnya, ini haram. (Syarh Az Zurqaniy ‘alal Muwatha, 2/82)

Demikian. Wallahu A’lam.