Home FIQIH FIQIH KELUARGA

Khithbah [Melamar/Meminang] (Bag. 6)

339
SHARE
7. Mencari Informasi tentang Kepribadian

Ini bukan ghibah. Tidak masalah dilakukan untuk memperteguh dan memantapkan pernikahan. Sebab khithbah itu masih janji (Al Wa’du) untuk menciptakan ikatan (Al ‘Aqdu), bukan ikatan itu sendiri. Sehingga kemungkinan untuk lanjut dan batal masih terbuka. Hal ini bukan termasuk ghibah yang diharamkan, tapi ini adalah upaya taqwim (penilaian) yang dibolehkan.

Hal ini pernah terjadi dan dialami seorang shahabiyah pada masa Nabi ﷺ, yaitu Fathmah binti Qais Radhiallahu ‘Anha. Beliau menceritakan kepada Nabi ﷺ, telah dilamar oleh dua laki-laki Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhuma dan Abu Jahm Radhiallahu ‘Anhu.

Maka, Nabi ﷺ memberikan keterangan:

أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا وَاغْتَبَطْتُ

Adapun Abu Jahm, dia tidak pernah meletakkan tongkatnya dari bahunya [maksudnya suka memukul], sedangkan Muawiyah orang susah tidak ada hartanya. Nikahlah kamu dengan Usamah bin Zaid.” Aku [Fathimah binti Qais] tidak menyukainya. Beliau bersabda: “Nikahlah kamu dengan Usamah.” Maka aku menikahinya, lalu Allah menjadikan banyak kebaikan padanya dan aku begitu bahagia. (H.R. Muslim No. 1480)

8. Jarak Antara Khithbah dan Pernikahan

Tidak ada keterangan secara spesifik, baik Al Qur’an dan As Sunnah, tentang ketentuan jarak antara khithbah dan pernikahan. Hal ini disesuaikan dengan kematangan, persiapan, masing-masing pihak, tanpa melupakan kepantasan yang berlaku di masyarakat (‘Urf). Kedua pihak bisa menyepakati sesuai kerelaan dan kesiapannya, bisa hitungan bulan, atau bahkan tahunan. Hanya saja mempercepat lebih baik, sebab penundaan sekian lama akan membuka peluang pintu maksiat. Biasanya mereka sudah saling mencintai, ada keinginan kuat untuk bertemu, dan rindu. Jika ini ditunda lama-lama, maka khawatir terjadi madharat.

Sebaiknya masa-masa jeda digunakan untuk memperbaiki diri, niat, skill rumah tangga, dan sebagainya, untuk kebaikan bersama. Tidak masalah membicarakan persiapan teknis pernikahan, yang penting tanpa khalwat.

9. Lamaran Dibatalkan

Lamaran bisa saja dibatalkan baik sebelumnya sudah diterima atau masih pikir-pikir. Baik oleh laki-laki pelamar atau wanita yang dilamar. Bisa saja setelah berlangsung lamaran salah satu dari mereka berpikir ulang untuk membatalkan setelah mendapatkan berita buruk yang valid tentang calonnya. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Fathimah binti Qais dalam point 7 di atas.

Adapun jika pembatalannya tidak jelas alasannya, apalagi tiba-tiba dia tertarik dengan yang lebih kaya -misalnya- maka ini pembatalan yang tercela, walau dia punya hak untuk itu. Ini sama dengan membatalkan janji dengan alasan yang tidak benar, dan merupakan bentuk kemunafikan.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

إن الخطبة مجرد وعد بالزواج، وليست عقدا ملزما، والعدول عن إنجازه حق من الحقوق التي يملكها كل من المتواعدين. ولم يجعل الشارع لا خلاف الوعد عقوبة مادية يجازي بمقتضاها المخلف،وإن عد ذلك خلقا ذميما، ووصفه بأنه من صفات المنافقين، إلا إذا كانت هناك ضرورة ملزمة تقتضي عدم الوفاء. ففي الصحيح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: (آية المنافق ثلاث: إذا حدث كذب، وإذا وعد أخلف، وإذا اؤتمن خان).

Sesungguhnya khithbah itu baru semata-mata janji untuk pernikahan, dia bukan akad itu sendiri. Dan pembatalan adalah hak di antara orang-orang yang memiliki janji. Terhadap orang yang mengingkari janji, Islam tidak ada formulasi hukuman materil, sekalipun itu dianggap sebagai akhlak tercela dan menyifatkannya sebagai sifat orang-orang munafik, kecuali jika ada alasan yang benar yang membuat pantas tidak memenuhi janji.

Dalam hadits shahih disebutkan, dari Rasulullah ﷺ bahwa dia bersabda: “Ciri-ciri munafik ada tiga: jika bicara dia bohong, jika janji dia ingkari, dan jika diberi amanah dia khianat. (Fiqhus Sunnah, 2/31)

(Bersambung)

✍ Ustadz Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah