Home KONSULTASI SYARIAH

Bertransaksi dengan Orang yang Usahanya Haram

609
SHARE

Pertanyaan:

Assalamualaikum Ustadz Farid, ana mau tanya tentang jual beli anatara 2 pihak, anggaplah si A dan si B, si A punya uang dari hasil pekerjaan yang jelas-jelas haram, si B punya barang yang dibeli dengan uang hasil pekerjaan yang halal. Karena si B butuh uang maka ia menjual kepada si A. Pertanyaaanya:
1. Bolehkah B berjualan kepada si A?
2. Apakah hakikat halal haram melekat kepada pemiliknya, bukan kepada barang dan uangnya, ketika uang dari si A pindah ke B, maka uangnya jadi halal, dan ketika barang pindah ke A hakikatnya jadi barang haram?
Syukron atas jawabannya ustadz,


Jawaban:

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

1) Ada dua keadaan:

1. Si B (Penjual) TIDAK TAHU, bahwa si A (Pembeli), penghasilannya dari uang haram.

Maka, jika terjadi jual beli, jelas boleh. Ketidaktahuannya itu dimaafkan.

Allah Ta’ala berfirman (Al Baqarah: 286):

Rabbana Laa tu’akhidzna Inna siina aw akhtha’na – Ya Rabb kami, jangan hukum kami jika kami lupa atau melakukan kesalahan yang kami tidak ketahui.

Dan hadits:

إن الله تجاوز عن أمتي الخطأ والنسيان وما استُكرهوا عليه

Sesungguhnya Allah membiarkan saja umatku yang; salah tidak sengaja, lupa, dan dipaksa. (HR. Ibnu Majah, Al Baihaqi, hasan)

2. Dalam keadaan TAHU, bahwa si pembeli menggunakan uang haram.

Ada dua pendapat ulama:

– Tetap menolak dalam rangka wara’ dan kehati-hatian.

Dalilnya:

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al Baqarah: 42)

Hadits juga:

ان الله طيب لا يقبل الا طيبا

Allah itu baik dan tidak akan mau terima kecuali dari yg baik-baik. (HR. Abu Daud, Shahih)

– Boleh saja terjadi transaksi dan sah.

Kesalahan harta haram itu kembali kepada si pemilik harta (pembeli), bukan penjual. Oleh karena itu jumhur ulama mengatakan SAH hajinya seseorang yang ongkosnya dari harta haram tapi dia berdosa, sebagaimana Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi’iyyah.

Tentu ketika ongkos hajinya haram, maka biaya transportasi, penginapan, dan makanan juga dari yang haram. Dia akan berinteraksi dan transaksi dengan pihak transportasi, penginapan, dan konsumsi.

2)

Tidak selalu bisa dipisahkan antara harta dan pemiliknya. Harta haram karena dia mengusahakan dari yang haram, ada peran manusianya. Begitu pula harta halal.

Tapi ada saat orang tidak berdaya menolak harta haram, karena dipaksa terpaksa atau tidak tahu, maka ini tidak dikehendaki orangnya. Jika sprti ini tentu terpisah antara harta dan orangnya.

 

Pertanyaan:

Afwan ustadz, misal dalam kejadian ini si B sudah tahu dari awal, maka uang yang dimiliki si B dari menjual barangnya kepada A menjadi haram ya ? Padahal dulunya uang yang dipakai B untuk beli barang dari usaha yang halal.

Jawaban:

Hanya uang yg dari A saja, paling tidak syubhat.