Home KONSULTASI SYARIAH

Hukum Menangis saat Ada Kematian dan Berapa Lama Masa Berkabung?

3665
SHARE

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum, Ustadz. Berapa lama seorang muslim yang ditimpa kemalangan (bisa kehilangan keluarga, saudara, atau barang) sampai dia harus melupakan kesedihannya?

Misalkan saat keluarganya hari ini meninggal, apakah esok hari dia tidak diperkenankan menangis? Saya pernah mendengar ada hadits yang mengatakan bahwa tidak boleh menangisi jenazah berlarut-larut. Apakah hadits itu bisa diimplementasikan secara umum untuk kehilangan yang lain?


Jawaban Ustadz Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah:

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Semata-mata menangis, menitikkan air mata, saat wafatnya suami, istri, anak, orangtua, dan orang-orang terdekat adalah boleh dan alami. Nabi ﷺ pun menangis saat putranya yg masih kecil wafat, yaitu Ibrahim.

Yang terlarang dalam hadits di atas adalah An Niyaahah (meratap), para ulama mendefinisikan:

وَهِيَ : الْبُكَاءُ بِصَوْتٍ عَالٍ ، كَالْعَوِيلِ

Yaitu menangis dengan suara tinggi, seperti meratap/mengeluh. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 42/29)

Itulah yang terlarang; menangis dengan suara keras, meraung, sampai keluar kata-kata keluhan yang menyesali kematiannya seolah tidak menerima takdir.

Ada pun sekedar menitikkan air mata, maka manusia-manusia terbaik pernah mengalaminya.

Perhatikan hadits ini:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
اشْتَكَى سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ شَكْوَى لَهُ فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ مَعَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَسَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَلَمَّا دَخَلَ عَلَيْهِ فَوَجَدَهُ فِي غَاشِيَةِ أَهْلِهِ فَقَالَ قَدْ قَضَى قَالُوا لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَبَكَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَأَى الْقَوْمُ بُكَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَكَوْا فَقَالَ أَلَا تَسْمَعُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلَا بِحُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ أَوْ يَرْحَمُ وَإِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ

Dari ‘Abdullah bin Umar Radliallahu ‘Anhuma berkata; Ketika Saad bin Ubadah sedang sakit, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjenguknya bersama ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Saad bin Abu Waqqash dan ‘Abdullah bin Mas’ud Radliallahu ‘Anhum. Ketika Beliau menemuinya, Beliau mendapatinya sedang dikerumuni keluarganya, Beliau bertanya: “Apakah ia sudah meninggal?”. Mereka menjawab: “Belum, wahai Rasulullah”. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menangis. Ketika orang-orang melihat Nabi Shallallahu’alaihiwasallam menangis, mereka pun turut menangis, maka Beliau bersabda: “Tidakkah kalian mendengar bahwa Allah tidak mengadzab dengan tangisan air mata, tidak dengan hati yang bersedih, namun Dia mengadzab dengan ini.” lalu Beliau menunjuk lidahnya, atau dirahmati (karena lisan juga) dan sesungguhnya mayat itu diadzab disebabkan tangisan keluarganya kepadanya. (H.R. Bukhari no. 1304)

Lihat hadits ini, Allah tidak mengadzab mayit karena air mata dan hati yang bersedih, tapi karena lisan; seperti menyesali kematiannya, berkata-kata kasar dan kotor.

Masa Ihdad (Berkabung)

Masa berkabung hanya bagi istri yang ditinggal wafat keluarganya atau orang terdekatnya atau suaminya, berapa lamanya?

Nabi ﷺ bersabda:

لا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجِهَا

Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk berkabung atas kematian seorang mayit melebihi tiga hari, kecuali atas kematian suaminya.” (H.R. Muslim no. 3714)

Berapa lama masa berkabung wanita jika suami wafat? Imam Bukhari terdapat tambahan lafazh :

فَإِنَّهَا تُحِدُّ عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

Maka ia berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari.” (H.R. Bukhari no. 1280)

Demikian. Wallahu A’lam.